Sabtu, 12 Januari 2013

LENONG BETAWI




Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta,IndonesiaKesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambangkromonggongkendang,kemporsuling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyankongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesiadialek Betawi.
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromongdan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Sejarah
Jenis lenong
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail MarzukiJakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah BokirNasirSiti, dan Anen.

Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes.



Kamis, 10 Januari 2013

teater koma


 Teater Koma (didirikan di Jakarta, 1 Maret 1977) oleh 12 pekerja teater; N. Riantiarno, Ratna Madjid, Rima Melati, Rudjito, Jajang Pamontjak, Titi Qadarsih, Syaeful Anwar, Cini Goenarwan, Jimi B. Ardi, Otong Lenon, Zaenal Bungsu dan Agung Dauhanadalah[1] sebagai salah satu kelompok teater Indonesia yang memiliki reputasi cukup bagus, dengan tokoh sentral N Riantiarno. Hingga 2007, Teater Koma sudah menggelar 111 pementasan, baik di televisi maupun di panggung. Sering juga melakukan kiprah kreativitasnya di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, TVRIdan Gedung Kesenian Jakarta. Perkumpulan kesenian yang bersifat non-profit, ini mengawali kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai Angkatan Pendiri). Kini, kelompok ini didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50 anggota yang langsung bergabung jika waktu dan kesempatannya memungkinkan.
    Hingga 2008, sudah menggelar 115 pementasan, baik di televisi maupun di panggung. Sering melakukan kiprah kreatifitasnya di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, TVRI dan Gedung Kesenian Jakarta.
    Perkumpulan Kesenian yang bersifat non-profit ini, mengawali kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai Angkatan Pendiri). Kini, kelompok didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50 anggota yang langsung bergabung jika waktu dan kesempatannya memungkinkan.
    TEATER KOMA banyak mementaskan karya N. Riantiarno. Antara lain;
    Rumah Kertas, Maaf.Maaf.Maaf., J.J, Kontes 1980, Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Konglomerat Burisrawa, Pialang Segi Tiga Emas, Suksesi, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Semar Gugat, Opera Ular Putih, Opera Sembelit, Samson Delila, Presiden Burung-Burung, Republik Bagong, Republik Togog, Tanda Cinta.
    Juga menggelar karya para dramawan kelas dunia; The Comedy of Error dan Romeo Juliet karya William Shakespeare, Woyzeck/Georg Buchner, The Three Penny Opera dan The Good Person of Shechzwan/Bertolt Brecht, Orang Kaya Baru-Kena Tipu-Doea Dara-Si Bakil-Tartuffe/Moliere, Women in Parliament/Aristophanes, The Crucible/Arthur Miller, The Marriage of Figaro/ Beaumarchaise, Animal Farm/George Orwell, Ubu Roi/Alfred Jarre, The Robber/Freidrich Schiller, The Visit/Der Besuch der Alten Damme/Kunjungan Cinta/Friedrich Durrenmatt, What About Leonardo?/Kenapa Leonardo?/Evald Flisar.    
    TEATER KOMA, kelompok teater yang independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritisi situasi-kondisi sosial-politik di tanah air. Dan sebagai akibat, harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak yang berwewenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat ‘program apresiasi’ (PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar selama sebulan penuh di PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok kesenian dari dalam dan luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap optimistis. Berharap teater berkembang dengan sehat, bebas dari interes-politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.

    TEATER KOMA yakin, teater bisa menjadi salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara untuk mengasah daya akal sehat, daya budi, dan hati nurani.
    TEATER KOMA adalah kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Juga tercatat memiliki banyak penonton yang setia. Pentas-pentasnya sering digelar lebih dari 2 minggu.
 Kiprah Teater Koma merupakan kelompok teater independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritik situasi-kondisi sosial-politik di tanah air. Dan sebagai akibat, harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak yang berwewenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat ‘program apresiasi’ (PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar selama sebulan penuh di PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok kesenian dari dalam dan luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap optimistis. Berharap teater berkembang dengan sehat, bebas dari interes-politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.
Teater Koma yakin, teater bisa menjadi salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara untuk menemukan kembali akal sehat- budi-nurani. Teater Koma adalah kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Juga tercatat memiliki banyak penonton setia. Pentas-pentasnya sering digelar lebih dari 14 hari.

 Teater Koma banyak mementaskan karya-karya N. Riantiarno antara lain;
·         Rumah Kertas
·         Maaf.Maaf.Maaf
·         J.J, Kontes 1980
·         Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini)
·         Opera Primadona
·         Sampek Engtay
·         Banci Gugat
·         Konglomerat Burisrawa
·         Pialang Segi Tiga Emas
·         Suksesi
·         RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
·         Semar Gugat
·         Opera Ular Putih
·         Opera Sembelit
·         Samson Delila
·         Presiden Burung-Burung
·         Republik Bagong
Juga menggelar karya para dramawan kelas dunia;
·         The Comedy of Error dan Romeo Juliet (William Shakespeare)
·         Woyzeck (Georg Buchner)
·         The Three Penny Opera dan The Good Person of Shechzwan (Bertolt Brecht)
·         Orang Kaya Baru-Kena Tipu-Doea Dara-Si Bakil-Tartuffe (Moliere)
·         Women in Parliament (Aristophanes)
·         The Crucible (Arthur Miller)
·         The Marriage of Figaro (Beaumarchaise)
·         Animal Farm (George Orwell)
·         Ubu Roi (Alfred Jarre)
·         The Robber (Freidrich Schiller)



BANDAR TEATER JAKARTA


Biografi
BANDAR TEATER JAKARTA, didirikan oleh sejumlah peserta workshop teater dan sastra yang diselenggarakan Gelanggang Remaja Jakarta Utara pada 5 Juni 1980. Awalnya dipimpin dan disutradarai oleh Ismail Sofyan Sani. Sempat berjalan beberapa tahun, kemudian terjadi perpecahan internal. Pada 1986, Malhamang Zamzam ditunjuk untuk menjadi sutradara dan meneruskan kegiatan.

Sebagaimana kelompok teater remaja di Jakarta waktu itu, Bandar Teater Jakarta juga ikut Festival Teater Jakarta. Tiga tahun berturut-turut, 1989, 1990 dan 1991, menjuarai festival, dan dinyatakan lulus sebagai senior oleh Dewan Kesenian Jakarta. Dan, berhak tampil di Taman Ismail Marzuki setiap tahun.

Pada awal kegiatannya, sebagai peserta festival, kelompok ini menggarap naskah-naskah yang ditentukan panitia. Tapi, pada 2001, mereka mulai melakukan eksperimen dengan menggelar The Opening. Balok Es, Pipa Besi, Boneka Sex &  Panggung Miring. Suatu karya dengan proses yang berbeda dari biasanya. Apa yang ingin disampaikan adalah pengalaman tak terduga. Ketak-terdugaan itu pula yang kemudian menjadi konsep pertunjukan. Penonton diajak untuk terbawa ke dalam sensasi kemungkinan, tanpa bisa menduga ke arah mana pertunjukan akan menuju.

“Aku harus meyakini, apa yang kami ungkap bisa dirasakan penonton. Kami cuma ingin mengatakan inilah aku, inilah hidupku, dan inilah sentuhanku terhadap hal-hal di luar diriku. Jika penonton dapat menemukan situasi tertentu sebagaimana yang dia pernah rasakan, maka pertunjukan itu berhasil. Seperti deja vu begitu,” katanya.

Bentuk pertunjukan Bandar Teater Jakarta selalu non-realis. Hal itu barangkali yang membikin banyak pihak menggolongkannya sebagai teater kontemporer. Meski demikian, Malhamang menjelaskan, gagasan dasar pertunjukan selalu bertolak dari hal yang riil. Tapi pendekatan bentuk dan artistiknya memang tidak realis.

Bandar Teater Jakarta selalu melakukan studi terhadap pertunjukan yang lalu, untuk menjadi dasar bagi pertunjukan berikutnya. Maka, pertemuan bagi sesama anggota menjadi hal yang sangat penting. Tapi ketika terbentur pada pengembangan Jakarta, kebiasaan berkumpul pun jadi masalah. “Dulu kami semua tinggal di Tanjung Priok. Karena terjadi pembongkaran dan penataan kota, sekarang kami tinggal berjauhan. Ada yang di Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok...”

Pada 2005, Bandar Teater Jakarta meraih hibah dari Yayasan Kelola, untuk berpentas di Makassar, Solo dan Bandung. Lakonnya, Arthefuck (pada kapak, genangan, belukaran). Di setiap kota, mereka meminta seniman setempat terlibat dalam pertunjukan, tanpa melihat latihan. Ternyata bisa masuk, bahkan mempertajam pertunjukan. “Artinya, konsepku tentang ruang pertunjukan yang bisa dimasuki siapa pun, terjawab. Siapa pun, dalam pengertian dia juga punya kegelisahan,” tuturnya.

“Di Solo, Agung dari komunitas Slamet Gundono, mendadak menyirami tanah yang sebenarnya telah ditumbuhi bibit-bibit oleh Agus Smok. Tetapi dengan air panas, yang uapnya bisa dilihat. Di Bandung, Tony Broer bertanya, harus masuk dari mana? Aku jawab, terserah. Kamu gak perlu lihat latihan karena ‘gak ada latihan terakhir. Pentas langsung malam ini. Kalau mau masuk, masuk saja. Tiba-tiba dia masuk pada moment petasan, dan dia main di bawah petasan. Dengan gerak tubuh yang aku juga gak bisa lihat karena sedang main, tapi setelah itu aku lihat dia sangat menikmati dan ternyata dia memang ingin kena api petasan. Mungkin karena kecepatan gerakanku, katanya,” tutur Malhamang.

Kelompok ini punya kebiasaan mengundang seniman untuk menyaksikan proses, ketika tahap latihan sudah mencapai 75%. Dan membuka berdialog. Hal itu dimaksudkan untuk memperkaya latihan. Seorang tokoh yang kerap diundang adalah Roedjito (almarhum), seniman yang pikirannya banyak mempengaruhi Bandar Teater Jakarta.
Ags. Arya Dipayana - Penulis
Nano Riantiarno - Editor

Karya
Arthefuck (pada kapak, genangan, belukaran) (2004) 
Batu Ulekan Di Atas Bedak (1997)
The Opening. Balok Es, Pipa Besi, Boneka Sex & Panggung Miring (1995)
Kontak
Bandar Teater Jakarta
Puri Gading, Vila Besakih Blok H 12 no.5, Pondok Gede, Bekasi. Jakarta
Phone:+62818-672507
Email:malh_z@yahoo.com